Ambon, Pelita Maluku — Ketua Komisi II Sidang Sinode Ke-39 Gereja Protestan Maluku (GPM), Pendeta Rico Rikumahu, menegaskan dengan lantang: perubahan di tubuh GPM tak boleh liar, apalagi tanpa arah. Segala pembaruan gereja harus bertolak dari Alkitab dan berdiri tegak di atas ajaran Kristus.
Ditemui di sela-sela sidang yang berlangsung di Gereja Sinar Kudamati, Kecamatan Nusaniwe, Ambon. Rikumahu menyebut Komisi II tengah membedah jantung GPM regulasi dan tata kelola gereja. Di sanalah arah, disiplin, dan moral pelayanan gereja diletakkan.
“Gereja ini memang harus berubah, tapi jangan sampai kehilangan pijakan. Firman Tuhan, ajaran, dan peraturan gereja adalah fondasi. Tanpa itu, perubahan hanya akan jadi kekacauan rohani,” tegasnya dengan nada tegas namun tenang.
Sejak 2018, ia dipercaya memimpin Tim Regulasi Gereja, tim yang menulis ulang arah baru GPM. Dari lima rancangan besar, tiga peraturan krusial kini siap diketok palu: peraturan tentang Persekutuan, Pelayanan Khusus, dan Kepegawaian.
Ketiganya, kata Rikumahu, bukan sekadar aturan, tetapi “urat nadi” pelayanan.
“Peraturan tentang persekutuan mengatur hidup umat dari buaian sampai liang lahat — baptisan, sekolah minggu, remaja, pemuda, hingga kematian. Di situ gereja hadir, menuntun, membentuk karakter Kristen sejati,” jelasnya.
Pada sisi lain, peraturan tentang Pelayanan Khusus mengatur dengan tegas siapa dan bagaimana seseorang layak disebut pelayan Tuhan.
“Diaken, penatua, pendeta — semua harus tahu batas, tahu tanggung jawab. Ini bukan jabatan kehormatan, ini panggilan pengorbanan. Termasuk soal penanggalan jabatan pendeta, kini ada aturan yang jelas. Tidak ada lagi ruang bagi tindakan semaunya,” tegas Rikumahu.
Sementara peraturan Kepegawaian yang lama direvisi untuk memastikan sistem pelayanan lebih profesional dan manusiawi.
“Kita perbaiki tanpa merombak yang sudah baik. Tapi yang lemah, kita kuatkan. Gereja ini tidak boleh dikelola dengan rasa kasihan, tapi dengan tanggung jawab,” katanya tajam.
Ia mengingatkan, pekerjaan besar belum selesai. Setelah sidang ini, GPM akan menatap satu tonggak sejarah baru yakni penyusunan Tata Gereja 2030, pijakan menuju usia 100 tahun GPM.
“Ini bukan sekadar menulis dokumen, ini menulis arah masa depan gereja. Saya percaya, kalau fondasi ini kuat, GPM tidak akan diguncang oleh waktu,” tegasnya penuh keyakinan.
Rikumahu menutup dengan pesan keras namun penuh harap:
“Harapan saya, tiga peraturan ini ditetapkan dan dijalankan selama lima tahun ke depan. Kita evaluasi di Sinode 2030. Gereja ini milik Kristus, jadi siapa pun yang melayani di dalamnya harus tunduk pada kebenaran, bukan pada kehendak pribadi.”
“Perubahan boleh terjadi,” pungkasnya, “tapi arah dan jiwa gereja harus tetap milik Tuhan.” (PM.007)