Pokok Pikiran Tak Diakomodir, 17 Anggota DPRD Kepulauan Tanimbar Layangkan Mosi Tidak Percaya
Saumlaki, Pelita Maluku.com - Surat mosi tidak percaya 16 anggota dan 1 pimpinan DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) yang ditujukkan bagi Ketua DPRD Jaflaun Omans Batlayeri, bakal berbuntut panjang.
Faktanya, orang nomor satu di DPRD Kepulauan Tanimbar dalam keterangan pers di ruang kerjanya, Selasa (18/5) mengaku akan menindaklanjuti persoalan ini ke rana hukum
Pasalnya secara pribadi dan lembaga, dirinya merasa legowo saat surat mosi tidak percaya tersebut ditujukan kepadanya, meskipun surat tersebut tidak diberikan langsung. melainkan diberitahukan Pimpinan Partai Demokrat di provinsi.
"Ditata tertib DPRD kan di sampaikan kalau ada anggota atau pimpinan yang melanggar ya lapor di Badan Kehormatan dewan. Dan saya tunggu itu untuk dipanggil dan klarifikasinya. Tetapi kenyataannya surat ini telah dilemparkan ke publik. Saya minta pamit dari BK, karena sudah terekspos. Saya minta maaf harus bawah ini kerana hukum," ucapnya.
Batlayeri membeberkan point - point' yang tertulis dalam surat mosi tidak percaya diantaranya, tentang tudingan tentang sikap otoriter sebagai ketua yang tidak pernah memberikan kewenangan kepada para wakil ketua. Menurut Batlayerry triminologi otoriter itu seperti apa? Pasalnya, kalau hari ini dirinya dikatakan otoriter, maka dia tidak akan disebut sebagai Ketua DPRD tetapi Kepala.
Kemudian, selama ini semua agenda di dewan berjalan baik dan terkadang sidang-sidang dipimpin oleh Wakil Ketua I atau Wakil Ketua II.
Bahkan pada evaluasi APBD 2020 dipimpin juga dipimpin Wakil ketua II hingga selesai. Begitu juga dengan Badan Musyawarah dan Alat Kelengkapan dewan semuanya berjalan normal.
"Saya anggap bahasa ini rancuh. Saya akan pertanyakan secara hukum, karena somasi ini juga saya tidak dikasih secara langsung. Dikasih tahu Ketua partai. Dan saya sudah konsultasi dengan pimpinan partai, yang meminta saya harus membuktikan setiap tudingan itu. Sebab otoriter itu pimpinan yang tidak pernah ada rapat, langsung keputusan," tandasnya.
Poin kedua, dirinya dianggap telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Alhasil dari sikap tersebut, fraksi-fraksi walk out dari ruang sidang.
Menyikapi ini, Batlayeri menjelaskan, jika ada fraksi yang walk out, maka itu hal biasa dan itulah dinamika dalam lembaga DPRD, karena berkaitan dengan pendapat politik.
"Tidak ada dalam rapat, ketua DPRD dikeluarkan dari ruangan. Ini kebohongan besar. Terus dibilang saya dilempar Mike, tidak ada itu. Dan masalah banting Mike oleh anggota DPRD Deddy Titirloby, juga sudah diselesaikan secara internal dan memaafkan satu dengan yang lain. Salah paham dalam ruang sidang itu biasa terjadi, tapi kenapa harus dituang dalam poin somasi? Apa hubungannya kode etik dan arti kepemimpinan? Kalau Fraksi tidak setuju dengan LKPJ Bupati, kira-kira saya harus menahan untuk tidak walk out? Kan tidak boleh," ujarnya menjelaskan.
Lebih lucu lagi lanjut Batlayery, di mosi ketiga, di sebutkan bahwa sebagai ketua, dirinya tidak mampu memperjuangkan pokok pikiran anggota DPRD. Kalimat ini jelas Batlayery seolah-olah menandakan kalau semua anggota DPRD, pokirnya tidak terakomodir. Padahal dari 23 anggota dan 3 pimpinan, hanya satu orang yakni Erens Fenanlampir yang pokirnya tak terakomodir. itupun lanjut Batlayery sudah diklarifikasi oleh badan anggaran dalam rapat paripurna tadi.
Sedangkan berhubungan dengan ancaman ke-17 orang DPRD tersebut untuk tidak menghadiri pembahasan agenda strategis jika dipimpin oleh dirinya, secara tegas Batlayeri nyatakan kalau yang bisa mencabut hak konstitusinya adalah Badan Kehormatan dan bukan ke-17 Anggota DPRD itu.
"Di awal dirinya telah menegaskan bahwa kalaupun ada laporan tentang pelanggaran kode etik kerja pimpinan atau anggota DPRD sendiri, harus melaporkan itu di Badan Kehormatan. Nanti BK kasih penilaian, bukan paripurna. Itu hak konstitusi saya yang diatur dalam UU," tegasnya.
Berikutnya tudingan dirinya mengintervensi tugas-tugas Sekretariat Dewan (Sekwan). jelas Batlayerry, sebagai pimpinan dirinya mempunyai kewajiban mengontrol administrasi. Misalnya dalam paripurna, ada rekomendasi - rekomendasi yang terlambat diselesaikan oleh sekwan, maka menjadi tugasnya untuk mengintervensi.
Sementara terkait tudingan dirinya mengeluarkan surat rekomendasi pergantian Sekwan Polly Sabonu, tanpa berkoordinasi dengan pimpinan lainnya. Hal ini harusnya ditegaskan bahwa dalam PP 12, kewenangan pergantian Sekwan adalah mutlak pimpinan dan bukan urusan paripurna. Sehingga sah saja dirinya mengeluarkan rekomendasi.
"Pada klausul itu katakan bahwa apabila pimpinan inggin minta pendapat, maka ketua-ketua fraksi diundang. Saya sudah melakukan rapat dengan Waket 1. Waket 2 sementara berada diluar daerah. Dan disaranakn oleh Waket 1 Jhon Kelmanutu bahwa saya buat suratnya saja," terangnya.
Oleh karena itu, dirinya menyarankan bahwa sebagai wakil rakyat yang telah dipercayakan untuk duduk di lembaga terhormat ini, jangan menipu lembaga sendiri.
"Untuk menjawab kebenaran ini, saya akan buat laporan polisi kepada 16 anggota dan 1 pimpinan. Saya tidak butuh klarifikasi lagi, nanti mereka pertangungjawaban setiap tudingan itu di rana hukum saja," tagasnya (Gilang).
Belum Ada Komentar