Kisah Dibalik Tempat Karantina Pelaku Perjalanan di Ohoi Sathean
Senin, 30 Maret 2020
PELITA MALUKU.COM
Bagikan

Kisah Dibalik Tempat Karantina Pelaku Perjalanan di Ohoi Sathean

Malra, Pelita Maluku.com - Trend wabah Corona Virus (Covid-19) di sejumlah negara tentunya menjadi pengalaman berharga bagi seluruh elemen masyarakat. Berbagai bentuk upaya dan tindakan pencegahan dini terhadap penyebaran virus ini, perlu dibarengi kesadaran serta bentuk dukungan lainnya, baik oleh Pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.

Ohoi (desa) Sathean Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara menjadi salah satu bukti konkrit tumbuhnya kesadaran masyarakat ditengah upaya pencegahan dimaksud.

Buktinya di Ohoi/Desa itu telah disediakan tempat karantina (peristirahatan sementara) bagi warga pelaku perjalanan dari luar daerah.

Terbentuknya tempat karantina tersebut dimotori oleh salah satu warga yang diketahui menjabat sebagai Ketua Dewan Stasi Santo Servasius Sathean-Paroki Santo Lodovikus Faan, Agustinus Warayaan.

Warayaan kemudian menjadikan rumahnya sebagai tempat karantina. Dan telah mendapat persetujuan serta dukungan penuh Kepala Ohoi setempat.

img-1585575436.jpg

“Anak saya salah satu dari pelaku perjalanan dari luar daerah bersama beberapa anak lain (mahasiswa/i) dari ohoi ini. Ketika mereka pulang kembali ke sini, tentu ada begitu banyak penilaian negatif terhadap mereka. Demi memberikan kenyamanan bagi masyarakat, pihak keluarga dan anak-anak ini sendiri maka saya langsung menyediakan rumah ini khusus untuk mereka,” ungkap Anton Warayaan kepada media ini, Minggu (29/3/2020).

Ditempat karantina ini, terdapat 6 orang Mahasiswa/Mahasiswi asal Ohoi Sathean, termasuk anaknya sendiri. Sementara 1 Mahasiswi lainnya di tempatkan pada salah satu rumah khusus milik keluarga.

Ketujuh mahasiswa itu sendiri sudah menjalani masa karantina selama 4 hari sejak kedatangan mereka pada Kamis (26/3/2020). Masa karantina sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam masa Covid-19 berlangsung selama 14 hari, terhitung sejak yang bersangkutan masuk ruang karantina.

Selama menjalani masa karantina, ketujuh putra-putri Ohoi Sathean ini mendapat pengawasan intens, baik dari tenaga medis setempat maupun pihak keluarga. Bahkan prosedur interaksi-kontak fisik (phsikal distancing) ataupun jarak saat berinteraksi diterapkan dengan baik.

Meskipun dimasa karantina, berbagai tekanan pshikis diterima pihak keluarga serta para pelaku perjalanan itu sendiri, namun semuanya dijalani tanpa menyurutkan rasa ego dan rasa kemanusiaan.

“Sebagai orang tua dan siapapun dia, pasti merasa hal itu ketika anak-anak dan keluarganya diperhadapkan pada situasi seperti sekarang. Anak-anak kami tidak bermaksud datang untuk membuat masyarakat resah. Tetapi apa pun itu, kami sebagai orang tua akan berupaya semaksimal mungkin untuk anak-anak selama masa karantina,” ujarnya sedih.

Pandemi Corona Virus (Covid-19) seakan menjadi momok menakutkan yangmenimbulkan rasa panik, resah, khawatir, cemas, dan takut bercampur aduk membentuk suatu karakter baru dalam tubuh masyarakat.

Lantas, berbagai presepsi miring dan tindak sosial pun muncul melalui media sosial maupun kehidupan riil terhadap setiap pelaku perjalanan yang datang dari luar daerah, apalagi yang datang dari tempat yang telah terkontaminasi virus.

Kepala Dinas Kesehatan Maluku Tenggara dr. Katrinje Notanubun menyatakan, proses karantina bagi setiap pelaku perjalanan, bukanlah untuk menakuti-nakuti masyarakat. Melainkan suatu proses penanganan sistematis, guna mengatinsipasi sekaligus mencegah penyebaran virus itu sendiri yang mungkin terbawa oleh pelaku perjalanan.

Meski begitu, setiap pelaku perjalanan yang dikarantina tidak serta merta harus di vonis warga setempat sebagai penderita corona, tanpa pembuktian medis.

img-1585575496.jpg

“Mereka (Pelaku Perjalanan) saat itu bukanlah pasien penderita, mereka adalah warga kita yang kebetulan melakukan perjalanan dari luar daerah. Namun, untuk memberikan kenyamanan bagi setiap warga dengan dasar riwayat perjalanan itu maka harus dikarantina, meski mereka dalam keadaan sehat,” jelas Notanubun saat mengunjungi lokasi karantina di Ohoi Sathean, Minggu (29/3/2020).

Menurutnya, dalam masa karantina selama 14 hari, aktivitas dan kondisi kesehatan pelaku perjalanan akan terus dipantau. Apabila nantinya ada gejala-gejala yang muncul, maka penanganan akan lebih mudah. Sebaliknya, jika kondisi kesehatan dalam keadaan baik maka setelah masa karantina, si pelaku perjalanan akan dipulangkan ke rumahnya.

Untuk itu Karantina mandiri yang telah dibentuk warga Ohoi Sathean menjadi hal positif yang harus diteladani bagi seluruh Ohoi/Desa di Kepulauan Kei.

Untuk itu, , dr. Ketty selaku Kepala dinas kesehatan menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada warga masyarakat setempat. (Gerry)

Komentar

Belum Ada Komentar