Kisah Dibalik Tempat Karantina Pelaku Perjalanan di Ohoi Sathean
Malra, Pelita Maluku.com - Trend wabah Corona Virus
(Covid-19) di sejumlah negara tentunya menjadi pengalaman berharga bagi seluruh
elemen masyarakat. Berbagai bentuk upaya dan tindakan pencegahan dini terhadap
penyebaran virus ini, perlu dibarengi kesadaran serta bentuk dukungan lainnya,
baik oleh Pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.
Ohoi (desa) Sathean Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku
Tenggara menjadi salah satu bukti konkrit tumbuhnya kesadaran masyarakat
ditengah upaya pencegahan dimaksud.
Buktinya di Ohoi/Desa itu telah disediakan tempat karantina
(peristirahatan sementara) bagi warga pelaku perjalanan dari luar daerah.
Terbentuknya tempat karantina tersebut dimotori oleh salah
satu warga yang diketahui menjabat sebagai Ketua Dewan Stasi Santo Servasius
Sathean-Paroki Santo Lodovikus Faan, Agustinus Warayaan.
Warayaan kemudian menjadikan rumahnya sebagai tempat karantina. Dan telah mendapat persetujuan serta dukungan penuh Kepala Ohoi setempat.
“Anak saya salah satu dari pelaku perjalanan dari luar daerah
bersama beberapa anak lain (mahasiswa/i) dari ohoi ini. Ketika mereka pulang
kembali ke sini, tentu ada begitu banyak penilaian negatif terhadap mereka. Demi
memberikan kenyamanan bagi masyarakat, pihak keluarga dan anak-anak ini sendiri
maka saya langsung menyediakan rumah ini khusus untuk mereka,” ungkap Anton
Warayaan kepada media ini, Minggu (29/3/2020).
Ditempat karantina ini, terdapat 6 orang Mahasiswa/Mahasiswi
asal Ohoi Sathean, termasuk anaknya sendiri. Sementara 1 Mahasiswi lainnya di tempatkan
pada salah satu rumah khusus milik keluarga.
Ketujuh mahasiswa itu sendiri sudah menjalani masa karantina
selama 4 hari sejak kedatangan mereka pada Kamis (26/3/2020). Masa karantina
sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam masa Covid-19 berlangsung
selama 14 hari, terhitung sejak yang bersangkutan masuk ruang karantina.
Selama menjalani masa karantina, ketujuh putra-putri Ohoi
Sathean ini mendapat pengawasan intens, baik dari tenaga medis setempat maupun
pihak keluarga. Bahkan prosedur interaksi-kontak fisik (phsikal distancing)
ataupun jarak saat berinteraksi diterapkan dengan baik.
Meskipun dimasa karantina, berbagai tekanan pshikis diterima
pihak keluarga serta para pelaku perjalanan itu sendiri, namun semuanya
dijalani tanpa menyurutkan rasa ego dan rasa kemanusiaan.
“Sebagai orang tua dan siapapun dia, pasti merasa hal itu
ketika anak-anak dan keluarganya diperhadapkan pada situasi seperti sekarang.
Anak-anak kami tidak bermaksud datang untuk membuat masyarakat resah. Tetapi
apa pun itu, kami sebagai orang tua akan berupaya semaksimal mungkin untuk
anak-anak selama masa karantina,” ujarnya sedih.
Pandemi Corona Virus (Covid-19) seakan menjadi momok
menakutkan yangmenimbulkan rasa panik, resah, khawatir, cemas, dan takut
bercampur aduk membentuk suatu karakter baru dalam tubuh masyarakat.
Lantas, berbagai presepsi miring dan tindak sosial pun muncul
melalui media sosial maupun kehidupan riil terhadap setiap pelaku perjalanan
yang datang dari luar daerah, apalagi yang datang dari tempat yang telah
terkontaminasi virus.
Kepala Dinas Kesehatan Maluku Tenggara dr. Katrinje Notanubun
menyatakan, proses karantina bagi setiap pelaku perjalanan, bukanlah untuk
menakuti-nakuti masyarakat. Melainkan suatu proses penanganan sistematis, guna
mengatinsipasi sekaligus mencegah penyebaran virus itu sendiri yang mungkin
terbawa oleh pelaku perjalanan.
Meski begitu, setiap pelaku perjalanan yang dikarantina tidak serta merta harus di vonis warga setempat sebagai penderita corona, tanpa pembuktian medis.
“Mereka (Pelaku Perjalanan) saat itu bukanlah pasien
penderita, mereka adalah warga kita yang kebetulan melakukan perjalanan dari
luar daerah. Namun, untuk memberikan kenyamanan bagi setiap warga dengan dasar
riwayat perjalanan itu maka harus dikarantina, meski mereka dalam keadaan
sehat,” jelas Notanubun saat mengunjungi lokasi karantina di Ohoi Sathean,
Minggu (29/3/2020).
Menurutnya, dalam masa karantina selama 14 hari, aktivitas
dan kondisi kesehatan pelaku perjalanan akan terus dipantau. Apabila nantinya
ada gejala-gejala yang muncul, maka penanganan akan lebih mudah. Sebaliknya,
jika kondisi kesehatan dalam keadaan baik maka setelah masa karantina, si
pelaku perjalanan akan dipulangkan ke rumahnya.
Untuk itu Karantina mandiri yang telah dibentuk warga Ohoi
Sathean menjadi hal positif yang harus diteladani bagi seluruh Ohoi/Desa di
Kepulauan Kei.
Untuk itu, , dr. Ketty selaku Kepala dinas kesehatan menyampaikan
apresiasi dan terima kasih kepada warga masyarakat setempat. (Gerry)
Belum Ada Komentar