Kajian Ajaran Gereja GPM Disepakati, Maspaitella : Momentum Baru Pergumulan Teologis
Rabu, 22 Oktober 2025
PELITA MALUKU
Bagikan

Kajian Ajaran Gereja GPM Disepakati, Maspaitella : Momentum Baru Pergumulan Teologis

Ambon, Pelita Maluku - Komisi I Sidang Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) resmi menyepakati hasil pembahasan dokumen ajaran gereja setelah melalui proses pergumulan panjang. Kesepakatan itu disampaikan Ketua Sinode GPM, Pdt Elifas Maspaitella, dalam rapat pleno Komisi I yang berlangsung di Gereja Maranatha Ambon, Rabu (22/10/2025).

Pdt Elifas menyebut, penetapan dokumen ajaran gereja menjadi momentum baru dalam sejarah pergumulan teologis GPM yang sudah berlangsung puluhan tahun.

“Setelah kita menetapkan ketetapan ini, sesungguhnya ini merupakan satu momentum baru dalam pergumulan panjang Gereja Protestan Maluku. Kita sedang bergumul dengan dokumen yang punya sejarah panjang dan kepentingan besar, baik secara teologis maupun dogmatis,” ujarnya.

Menurutnya, dokumen ajaran gereja itu bukan sekadar rumusan teologi, tetapi juga cermin keunikan GPM sebagai gereja yang berakar kuat pada tradisi Reformasi, sekaligus terbuka terhadap dialog kontekstual dan ekumenikal.

“Dokumen ini akan melestarikan keberakaran kita pada tradisi gereja tua sejak abad-abad pembaruan, sekaligus mewariskan cara pandang teologis yang terbuka terhadap perubahan zaman,” tambahnya.

Elifas menegaskan, ajaran gereja memang bukan Alkitab, namun menjadi dasar teologi bagi jemaat agar memiliki pedoman yang kokoh dalam kehidupan iman. Karena itu, ia mengingatkan pentingnya meninjau kembali penggunaan istilah dan kalimat di dalam dokumen agar tidak menimbulkan tafsir ganda.

“Tafsir memang selalu ada, tetapi kita tidak boleh membiarkan adanya cara pandang ganda atau double standard dalam menafsirkan dokumen gereja,” tegasnya.

Ia juga mendorong agar notulensi setiap sidang sinode menjadi catatan teologis yang kaya dan bisa dijadikan bahan penelitian oleh dosen maupun mahasiswa Fakultas Teologi.

“Kita telah banyak membaca sejarah dogmatika gereja lain. Kini saatnya kita menulis sejarah pergumulan dogmatika GPM sendiri. Itu bisa menjadi bahan tesis bahkan karya akademik yang berharga,” ujarnya.

Lebih lanjut, Pdt Elifas meminta agar Tim Penyusun kembali memeriksa istilah-istilah yang berpotensi multitafsir, seperti penyebutan lembaga pemerintahan atau jabatan gerejawi. Misalnya, penggunaan istilah “lembaga negara yang sah” agar tetap relevan meski struktur pemerintahan berubah.

Ia juga menyoroti pentingnya menjelaskan sejarah penggunaan istilah “penatua” dan “pendeta” agar tidak terjadi kesalahpahaman tafsir di kemudian hari.

“Dasar kita tetap Alkitab, namun penyusunan ajaran gereja harus menggunakan bahasa teologis yang jelas dan tidak menimbulkan ambiguitas,” katanya.

Di akhir penyampaiannya, Pdt Elifas menegaskan bahwa hal-hal teknis seperti waktu pelaksanaan Sidi tidak perlu dicantumkan dalam dokumen ajaran gereja.

“Ajaran gereja cukup memberikan pemahaman teologis yang mendalam. Sementara hal-hal teknis dapat diatur dalam dokumen atau petunjuk pelaksanaan lainnya,” tutupnya (PM.007)

Komentar

Belum Ada Komentar