
PROSES RAJA DEFINITIF TERSISA 6 NEGERI, INI PENJELASAN PEMKOT

Ambon, Pelita Maluku.com - Kota memiliki 22 Negeri Adat, dan hingga kini masih tersisa 6 (enam) Negeri Adat yang belum memiliki Raja Definitif. Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di masyarakat, terkhususnya masyarakat pada ke-6 Negeri dimaksud.
Kenapa Demikian? Kenapa Hal ini dibiarkan berlarut-larut? Apakah Pemkot tidak bisa mengambil langkah yang lebih efektif untuk secepatnya melantik? apa yang ditunggu?, dan berbagai macam pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Kepada tim media, Senin, (9/6) Pemerintah Kota Ambon melalui Jurubicaranya, Ronald Leransy menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang, maupun Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 8,9 dan 10 tahun 2017, maka tugas dan fungsi pemerintah Kota Ambon adalah memfasilitasi dan memastikan penetapan kepemimpinan Negeri Adat sesuai mekanisme dan tidak berimplikasi konflik.
Menurutnya, kepemimpinan pemerintahan desa adat atau negeri adat, berkaitan dengan penetapan matarumah parentah atau marga yang berhak memimpin negeri adat sebagai Raja yang diangkat melalui musyawarah adat oleh Lembaga Saniri Negeri, dan pemerintah Kota Ambon akan mendukung semua Upaya Negeri.
" Sehingga Tim Percepatan yang dibentuk Pemkot Ambon sifatnya hanya memfasilitasi, memediasi, serta mengumpulkan informasi bersama komponen negeri, untuk memudahkan mufakat. kesepakatan bersama dan atau kebulatan suara dilakukan oleh negeri sendiri dalam melahirkan Raja Definitif-nya, tanpa interfensi pemerintah Kota Ambon," Terang Lekransy.
Lekransy mengakui, terdapat 6 Negeri Adat yang belum memiliki Raja Definitif, diantaranya Negeri Seilale, Tawiri, Hative Besar, Amahusu, Passo dan Rumahtiga. Ditambahkan 1 negeri yang telah memiliki Raja Definitif namun telah meninggal dunia yaitu Negeri Leahari (Sementara diduduki oleh Penjabat dalam mengisi kekosongan jabatan tersebut). Pemerintah Kota sedang menunggu saniri negeri Leahari untuk mengusulkan bakal calon Raja yang baru untuk ditetapkan dan dilantik sebagai Raja Definitif yang baru.
Lekransy kembali menjelaskan tentang Pentahapan dalam menetapkan Raja Definitif pada 6 (enam) Negeri Adat antara lain sebagai berikut :
a.Rumahtiga
Negeri Rumahtiga sudah ada putusan pengadilan terhadap mata rumah parentah, akan tetapi ada sebagian saniri negeri yang menolak putusan pengadilan, karena berpegang pada rekomendasi hasil kajian Tim UNPATTI yang merekomendasikan 2 (dua) mata rumah parentah. Sesuai laporan Penjabat Kepala Pemerintah Negeri Rumahtiga bahwa saniri negeri sudah bermusyawarah dan menetapkan mata rumah parentah di negeri Rumahtiga itu 3 mata rumah parentah, sesuai dengan berita acara yaitu : (1) Mengakomodir mata rumah parentah berdasarkan putusan pengadilan, dan (2) Mengakomodir mata rumah parentah sesuai dengan usulan dari Tim UNPATTI.
b.Passo
Untuk Negeri Passo sudah ada PERNEG tentang mata rumah parentah yaitu: mata rumah Simau dan Sarimanela. Akan tetapi mata rumah Simau mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, dan pengadilan negeri memutuskan memenangkan mata rumah Simau sebagai mata rumah parentah. Atas putusan itu , saniri negeri juga telah mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi Maluku. Atas situasi ini Pemerintah Kota menunggu sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap (INCRACH).
c.Amahusu
Terkait dengan Negeri Amahusu, Saniri Negeri bersama dengan Penjabat Kepala Pemerintah Negeri Amuhusu telah menetapkan Peraturan Negeri Amahusu tentang mata rumah parentah yaitu mata rumah Silooy-daCosta keturunan Boikeke yang memiliki 4 pancaran keturunan atau moyang yaitu keturunan Hala, Harman, Juma dan Maragasi. Penetapan PERNEG mata rumah parentah sudah ada dan saniri negeri telah menyurati kepala mata rumah parentah untuk melakukan rapat dalam rangka menetapkan bakal calon raja atau kepala pemerintah negeri untuk diusulkan kepada saniri negeri, guna diteruskan kepada Pemerintah Kota untuk disahkan pengangkatannya dan dilantik menjadi Raja Definitif sesuai dengan mekanisme.
d.Hative besar
Negeri Hative Besar sudah ada dalam tahapan pengusulan rancangan peraturan negeri dimana sebelumnya telah dilakukan penetapan mata rumah parentah di Negeri Hative Besar yaitu menetapkan 2 mata rumah parentah : mata rumah Tole dan Mandalisa. Sudah ada pada tahapan uji publik Rancangan Peraturan Negeri dan RANPERNEG telah diusulkan kepada Pemerintah Kota untuk melakukan tahapan evaluasi dan klarifikasi sehingga RANPERNEG dapat ditetapkan dari RANPERNEG menjadi Peraturan Negeri tentang mata rumah parentah.
e.Tawiri
Negeri Tawiri juga telah menetapkan mata rumah parentah dan telah mempunyai peraturan negeri yang diundangkan di negeri tentang mata rumah parentah, yaitu mata rumah Helaha, mata rumah Tuhuleru dan mata rumah Soplanit. Akan tetapi terdapat kisruh di internal, dimana ada dualisme terkait mata rumah Soplanit. Secara internal upaya yang dilakukan, Dimana Saniri negeri bersama masyarakat lewat uji publik menginginkan mekanisme penentuan Raja Definitif Negeri Tawiri dapat dilakukan melalui mekanisme atau proses yang namanya pengangkatan; tidak menginginkan melalui proses pemilihan karena Negeri Tawiri merupakan negeri adat. Selanjutnya Upaya penyelesaian kisruh mata rumah Soplanit , sambil Saniri negeri melakukan pendampingan kepada masyarakat dengan tahapan-tahapan pendekatan kepada masyarakat adat Negeri Tawiri dalam melahirkan Raja Definitif.
f.Seilale
Negeri Seilale pada saatnya nanti harus dilakukan pembekuan terhadap saniri negeri Seilale karena saniri negeri dengan Komposisi 11 orang telah menyalahi aturan peraturan daerah maupun peraturan diatasnya yang menghendaki jumlah anggota saniri negeri paling sedikit 5 (Lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang. Mekanisme pembekuan atau diberhentikan dengan keputusan Walikota Ambon, selanjutnya akan difasilitasi dan dibentuk saniri negeri yang baru kemudian dapat dimulai dengan tahapan untuk menetapkan mata rumah parentah dan melahirkan Raja Definitif.
Lekransy menambahkan, dinamika yang terjadi pada 6 negeri ini butuh dukungan pemerintah Kota Ambon, dalam memastikan penetapan kepemimpinan Negeri Adat sesuai mekanisme , tidak mengabaikan nilai-nilai budaya lokal, adat istiadat dan hukum adat yang berlaku di kesatuan masyarakat hukum adat, serta tidak berimplikasi konflik.
"Kita berharap bahwa, dengan adanya raja defenitif pada ke 6 Negeri adat ini akan memudahkan upaya–upaya pemerintahan dan pembangunan negeri dalam mencapai kesejahteraan masyarakat," demikian Lekransy. (PM.007)
Komentar