Pemilihan MPH Sinode GPM: Proses Suci, Tanpa Pencalonan Terbuka, Murni Suara Sidang dan Kehendak Tuhan
Jum'at, 24 Oktober 2025
PELITA MALUKU
Bagikan

Pemilihan MPH Sinode GPM: Proses Suci, Tanpa Pencalonan Terbuka, Murni Suara Sidang dan Kehendak Tuhan

Ambon, Pelita Maluku – Proses pemilihan Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) tahun ini mau menegaskan satu prinsip utama yakni pemilihan bukan ajang politik, tapi panggilan pelayanan.

Tak ada pencalonan terbuka, kampanye, atau pengusulan nama di luar forum. Semua calon baru dikenal saat sidang berlangsung, sebagai bentuk penghormatan terhadap mekanisme gerejawi yang menempatkan kehendak Tuhan di atas kepentingan pribadi.

Hal ini ditegaskan Ketua MPH Sinode GPM, Pdt. Elifas Tomix Maspaitella, dalam Pleno Komisi VIII yang membahas Kriteria dan Tata Cara Pemilihan, di Gereja Maranatha Ambon, Jumat (24/10/2025).

“Pemilihan MPH tidak dimulai dengan proses pencalonan. Karena itu, setiap calon wajib menyiapkan seluruh dokumen sejak awal. Mekanisme ini menegaskan bahwa kita tidak memilih berdasarkan popularitas, tetapi berdasarkan tanggung jawab dan kesiapan rohani,” ujar Maspaitella dengan tegas.

Ia menegaskan, lima pengurus harian MPH wajib berasal dari kalangan pendeta, sebagaimana diatur dalam peraturan pokok GPM. 

Menurutnya, aturan ini bukan bentuk diskriminasi, melainkan penegasan tanggung jawab kepemimpinan rohani dalam tubuh gereja.

“Komisi memang berhati-hati dalam menggunakan istilah diskriminasi. Namun jika ketentuan itu lahir dari peraturan pokok, maka ia sah dan harus dihormati sebagai keputusan gereja,” ujarnya.

Masapaitella juga menyoroti pentingnya etika dan kedewasaan sidang dalam proses pemilihan.

“Itu bukan sekadar teknis. Cara kita menulis nama calon mencerminkan kedewasaan rohani. Etika persidangan adalah cermin dari kedewasaan iman kita,” tandasnya.

img-1761300876.jpg

Sementara itu, Ketua Komisi VIII yang membidangi kriteria Pdt. Danny Wutwensa, usai Sidang Pleno menegaskan bahwa seluruh proses dijalankan berdasarkan asas normatif dan tata gereja yang berlaku.

Baginya pemilihan harus berlangsung tertib, bermartabat, dan menghasilkan MPH yang mampu menuntun gereja mewujudkan visi pelayanannya lima tahun ke depan,” katanya.

Menanggapi dinamika dan perdebatan yang sempat muncul, Wutwensa menilai hal itu bagian dari proses yang sehat. 

Perbedaan pendapat itu wajar. Semua berangkat dari kerinduan yang sama, agar keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kehendak Tuhan bagi gereja ini,” tegasnya.

Pemilihan MPH Sinode GPM kali ini menjadi cermin kematangan rohani dan kedewasaan demokrasi gerejawi. Jabatan bukan hasil lobi, bukan hasil suara terbanyak, tetapi buah dari doa, kebijaksanaan, dan kesetiaan untuk melayani. (PM.007)

Komentar

Belum Ada Komentar