
Sengketa Batas Wilayah Hambat Penyusunan RDTR Teluk Ambon, Pemkot Tunggu Mediasi Pemprov
Ambon, Pelita Maluku– Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk kawasan Teluk Ambon masih terganjal akibat belum tuntasnya persoalan batas wilayah antara Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kota Ambon, Ronal Pattipawae, kepada wartawan di Ambon, Selasa, 5 Agustus 2025. Menurutnya, mediasi antarwilayah kini sedang ditangani oleh Pemerintah Provinsi Maluku.
“Penyusunan RDTR belum bisa dilaksanakan di kawasan Teluk Ambon karena masih ada sengketa batas wilayah. Kita masih menunggu hasil mediasi dari Pemprov,” ungkap Pattipawae.
Ia menegaskan, keberadaan RDTR sangat krusial dalam menciptakan keterbukaan dan efisiensi proses perizinan pembangunan. Dengan adanya RDTR yang sah, seluruh proses izin dapat dilakukan secara digital melalui sistem Gistaru milik Kementerian ATR/BPN dan terintegrasi dengan OSS (Online Single Submission).
“Begitu RDTR disahkan, masyarakat dan investor bisa langsung mengakses peta pemanfaatan ruang. Semuanya jelas, tanpa perlu negosiasi. Mau bangun di Kudamati atau Karang Panjang? Tinggal buka Gistaru, semua informasi sudah tersedia,” katanya.
Saat ini, Pemkot Ambon tengah menyusun RDTR untuk tiga kawasan strategis, yakni Baguala, Leitimur Selatan, dan Nusaniwe. Wilayah Baguala dan Leitimur Selatan digabung karena berdekatan, sementara Nusaniwe menjadi prioritas utama karena potensinya sebagai destinasi wisata unggulan.
Sebelumnya, Ambon telah memiliki RDTR untuk kawasan pusat kota, mencakup wilayah dari Galala hingga Siwalima. Dokumen ini sudah dapat diakses secara nasional dan digunakan sebagai acuan dalam proses perizinan.
Namun, wilayah di luar pusat kota masih belum memiliki RDTR berbasis daring. Karena itu, pemerintah menargetkan seluruh kawasan strategis dapat segera memiliki dokumen tata ruang yang terintegrasi.
Penyusunan RDTR juga dimaksudkan untuk mendorong pemerataan pembangunan, terutama ke arah timur dan selatan kota, yang selama ini relatif tertinggal dibandingkan kawasan Sirimau yang sudah sangat padat.
“Penyusunan ini juga menjadi forum awal untuk identifikasi masalah di lapangan, seperti tumpang tindih lahan. Ke depan, kami akan lakukan konsultasi publik secara bertahap, melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk camat, lurah, raja, dan kepala desa,” terang Pattipawae.
Ia menutup pernyataannya dengan harapan agar RDTR menjadi pintu masuk menuju Ambon yang lebih tertib dalam penataan ruang, transparan dalam perizinan, dan menarik bagi para investor.
Belum Ada Komentar